Rabu, 06 April 2011

(KODE : PASCSARJ-0091) : TESIS PERILAKU MASYARAKAT TERKAIT LINGKUNGAN PERDESAAN (PRODI : PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sejak dicanangkan menjelang
akhir 1980an, pembangunan
berkelanjutan muncul sebagai
konsep penting. Banyak
negara mengadopsinya untuk
memandu proses pembangunan, terutama yang
menyangkut pemanfaatan
sumberdaya alam. Paradigma
dasar dari pembangunan
berkelanjutan adalah tidak
hanya pembangunan yang berorientasikan kepada
produksi semata, tetapi
membangun sebuah kawasan
secara keseluruhan yang
meliputi juga aspek sosial dan
lingkungan. Paradigma pembangunan berkelanjutan
sesungguhnya merupakan
perpaduan dari kesejahteraan
masyarakat dan kelestarian
lingkungan hidup. Dalam
konsep pembangunan berkelanjutan, pencapaian
tujuan-tujuan ekonomi harus
selaras dengan tujuan sosial
maupun kepentingan
lingkungan. Selain itu,
kepentingan antar kelompok masyarakat dan antar
generasi mendapat perhatian
besar (Bruntdland, 1988).
Kelestarian lingkungan
merupakan pilar penting
dalam pembangunan berkelanjutan. Pelestarian
lingkungan dimaksudkan
untuk melindungi
kemampuan lingkungan
hidup terhadap tekanan
perubahan dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh
suatu kegiatan (Wiyono, 2007)
. Terdapat beberapa cara
pandang yang menjelaskan
hubungan antara manusia dan
lingkungannya. Cara pandang tersebut sangat
mempengaruhi tindakan
seseorang terhadap
lingkungan. Menurut cara
pandang lingkungan, manusia
adalah subordinat dan seluas- luasnya diatur oleh
lingkungan. Cara pandang
teologi, menekankan bahwa
manusia adalah superior
terhadap lingkungan dan
manusia mempunyai hak untuk mengatur semua aspek
lingkungan. Kedua cara
pandang ini adalah cara
pandang yang ekstrem
sehingga seolah-olah manusia
dan lingkungan (alam sekitar) diposisikan sebagai pihak
yang bertentangan. Jalan
tengah dari dari dua posisi
tersebut adalah dari cara
pandang ekologi yang
mempercayai bahwa manusia adalah bagian yang integral
dari alam, adalah hubungan
manusia dan lingkungannya
seharusnya merupakan
hubungan yang simbiotik dan
tidak mengeksploitasi. (Muchlis, 2006),
Dalam cara pandang ekologi,
manusia bertanggung jawab
untuk mengatur alam sekitar
dengan seadil-adilnya.
Bagaimana seseorang mengambil keputusan untuk
mengatur lingkungannya
akan terpulang kepada cara
pandang yang dia anut.
Keputusan yang diambil akan
menimbulkan dampak balik kepada manusia, oleh itu
diperlukan pengetahuan dan
kesadaran serta sikap yang
memadai tentang lingkungan.
Dalam kaitan ini, pemeliharaan
kemampuan lingkungan untuk mendukung penduduk
dan kegiatannya adalah suatu
keharusan. Dalam konteks
Indonesia, Undang-undang
Nomor 23 Tahun tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Undang-undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan
ruang berupaya untuk
mewujudkan keberlanjutan
pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan
(termasuk ruang). Perhatian
terhadap perbaikan
lingkungan merupakan aspek
penting dalam upaya tersebut.
Dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, manusia berupaya
untuk memanfaatkan sumber
daya alam dan
lingkungannya. Kegiatan
tersebut secara langsung
maupun tidak langsung berpengaruh pada kualitas
lingkungan. Kebutuhan dasar
manusia yang harus dipenuhi
terbentur dengan
keterbatasan kemampuan
lingkungan untuk menyediakannya. Hubungan
yang tidak seimbang ini
menyebabkan perubahan
lingkungan yang pada
akhirnya akan berdampak
balik pada manusia itu sendiri. Perbaikan lingkungan
merupakan hal yang esensial
dalam mengelola perubahan
lingkungan, namun pada
umumnya masyarakat
banyak yang kesulitan untuk memahaminya. Pemahaman
masyarakat terhadap
lingkungan dibentuk oleh
aneka ragam situasi
kemasyarakatan. Masyarakat
perkotaan memandang lingkungan sebagai
pendukung aktifitas,
sedangkan masyarakat
perdesaan memandang
lingkungan sebagai penyedia
utama kebutuhan dasar mereka seperti kebutuhan
pangan. Perbedaan
pemahaman tersebut
menentukan perilaku
masyarakat terhadap
lingkungannya. Terlepas dari perbedaan
tersebut, pemahaman
pentingnya perbaikan
lingkungan perlu ditanamkan
sehingga masyarakat bersedia
untuk melakukan upaya individual maupun kolektif
untuk memelihara bahkan
meningkatkannya.
Pemahaman terhadap
pentingnya perbaikan
lingkungan dan kesediaan untuk memperbaiki
lingkungan merupakan salah
satu bentuk perilaku
masyarakat. Perilaku
masyarakat merupakan
resultansi dari berbagai kondisi, baik kondisi internal
maupun eksternal dan
merupakan refleksi dari
pengetahuan, kesadaran dan
sikap positif terhadap
lingkungan. Perbaikan lingkungan sangat
diperlukan di Bandung
Selatan. Kawasan Bandung
Selatan memiliki penduduk
sekitar 1,5 juta jiwa yang
sebagian besar hidup dari industri pengolahan, pertanian
dan perdagangan. Pertanian
tanaman pangan, perkebunan
dan peternakan merupakan
kegiatan dominan di wilayah
yang penduduknya mayoritas berpendidikan sekolah dasar.
Kawasan ini juga memiliki
tempat wisata yang cukup
atraktif bagi pengunjung dari
luar. Kawasan ini terdiri dan
gunung dan perbukitan yang menuntut kehati-hatian dalam
pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya alam dan
lingkungan. Kombinasi curah
hujan dan kemiringan lahan
yang tinggi, populasi yang banyak serta budidaya
sayuran dan tanaman pangan
yang intensif sangat potensial
untuk menimbulkan
kemerosotan daya dukung
lingkungan di kawasan yang menjadi daerah belakang
(hinterland) Kota Bandung ini.
Kawasan yang merupakan
bagian dan Daerah Aliran
Sungai Citarum ini juga
menjadi konsentrasi industri tekstil yang menjadi beban
berat lingkungan karena
kebutuhan air yang besar.
Tanda-tanda penurunan
kualitas lingkungan yang di
permukaan muncul sebagai masalah kekurangan air,
polusi, erosi dan sedimentasi
sudah terjadi di kawasan ini.
Penurunan kualitas
lingkungan akan menurunkan
kualitas hidup masyarakat perdesaan maupun kota-kota
kecil (Banjaran, Majalaya,
Soreang, Ciwidey dan Ciparay)
di kawasan ini.
Perbaikan lingkungan yang
tepat mendesak untuk dilakukan di Bandung Selatan.
Dalam kaitan ini, masyarakat
memerlukan kerangka tindak
perbaikan yang sesuai.
Kerangka semacam ini belum
dimiliki oleh masyarakat di kawasan ini. Mengingat
kompleksitas permasalahan
yang menyangkut
lingkungan sehingga
perumusan kerangka tindak
memerlukan kajian cermat. Salah satu bentuk kajian
sebagai langkah awal dalam
penyusunan kerangka tindak
perbaikan lingkungan di
Bandung Selatan ini adalah
kajian mengenai perilaku masyarakat itu sendiri. Kajian
mengenai perilaku
masyarakat di Bandung
Selatan ini diharapkan mampu
memberikan gambaran
mengenai pengetahuan dan sikap masyarakat tentang
pentingnya perbaikaan
lingkungan serta bagaimana
mereka melakukan tindakan
nyata (practice). Belum
adanya kajian mengenai perilaku masyarakat di
Bandung Selatan inilah yang
menjadi latar belakang
dilakukannya penelitian ini. 1.2. Identifikasi Masalah Sebagian besar wilayah
Bandung Selatan memiliki
karakteristik
perdesaan.Lingkungan
perdesaan di Bandung Selatan
ini ternyata memiliki masalah lingkungan yang cukup
kompleks, hal ini selain
disebabkan oleh faktor alam
juga berkaitan erat dengan
aktivitas manusia yaitu
kegiatan ekonomi masyarakat serta populasi
masyarakat yang terus
berkembang sehingga
menciptakan perubahan
lingkungan. Kompleksitas
permasalahan yang menyangkut lingkungan ini
tentunya memerlukan
tindakan individual dan
kolektif masyarakat untuk
memperbaikinya
Tindakan masyarakat terhadap lingkungan
merupakan bagian dari
perilaku masyarakat. Perilaku
masyarakat Bandung Selatan
terhadap lingkungannya
dipengaruhi oleh perubahan lingkungan yang terjadi.
Masyarakat yang berada di
bantaran sungai seperti Sungai
Citarum berperilaku
berdasarkan pemahaman
masyarakat terhadap fungsi sungai serta dipengaruhi oleh
kondisi eksternal sebagai
stimulus (rangsangan).
Pemahaman yang salah
terhadap fungsi sungai lalu
didorong oleh keterbatasan fasilitas kesehatan lingkungan
akan berdampak pada
perilaku masyarakat yang
kurang memperhatikan
kualitas lingkungan.
Begitupun perilaku masyarakat di kawasan lain
(seperti kawasan pertanian
dan peternakan, kawasan
lahan kritis dan kawasan
lainnya yang terkait
lingkungan) ditentukan juga oleh bagaimana masyarakat
merespon kondisi eksternal
lingkungan (sebagai stimulus).
Keterkaitan antara
masyarakat dengan kondisi
eksternal lingkungan akan menciptakan perilaku
konstruktif maupun
destruktif terhadap
lingkungan. Ada beberapa
masalah utama lingkungan
perdesaan di Bandung Selatan yaitu banjir, erosi, sampah
rumah tangga dan limbah
peternakan maupun
pertanian. Beberapa masalah
lingkungan tersebut masih
belum bisa diselesaikan oleh masyarakat baik secara
individual maupun kolektif.
Salah satu penyebabnya
adalah perbedaan respons
(tanggapan) masyarakat
terhadap masalah lingkungan itu sendiri. Perbedaan yang
timbul merupakan resultansi
dari interaksi antara kondisi
internal dengan eksternal.
Kondisi internal merupakan
latar belakang masyarakat sedangkan kondisi eksternal
bisa bersifat institusional
maupun non-institusional.
Oleh sebab itu, kajian
mengenai perilaku
masyarakat terkait lingkungan perdesaan perlu
dilakukan agar dorongan dan
hambatan yang terkait
dengan perilaku masyarakat
bisa diidentifikasikan. Belum
adanya informasi mengenai perilaku terkait lingkungan
perdesaan menjadi
argumentasi kuat dilakukan
studi ini. Informasi tersebut
bisa dimanfaatkan dalam
proses perbaikan lingkungan perdesaan seperti peningkatan
pengetahuan tentang
lingkungan dan
pengorganisasian masyarakat
yang diharapkan mampu
mendorong kolektifitas dan koordinasi dalam bertindak
Proses perbaikan lingkungan
yang efektif akan
menciptakan kelestarian
lingkungan. Kondisi inilah
yang diharapkan muncul sebagai salah satu prasyarat
pembangunan perdesaan
berkelanjutan. 1.3. Batasan Masalah Mengingat luasnya
permasalahan yang
menyangkut lingkungan,
kajian ini akan difokuskan
pada kawasan perdesaan.
Kawasan ini memerlukan pengkajian tersendiri karena
rumitnya permasalahan
perdesaan seperti tekanan
jumlah penduduk,
kemiskinan, keterbatasan
pengetahuan dan teknologi dan Iain-lain. Kemudian
berdasarkan pertimbangan
waktu, tenaga, kemampuan
peneliti dan supaya penelitian
dapat dilakukan secara
mendalam, pembahasan dalam studi ini dibatasi pada perilaku
masyarakat berdasarkan
kajian teori behavioristik
yang memandang individu
sebagai makhluk reaktif yang
memberi respon terhadap stimulus (rangsangan) dari
lingkungan eksternal. 1.4. Perumusan Masalah Dari identifikasi dan batasan
masalah tersebut di atas maka
perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana perilaku masyarakat dalam merespon
stimulus masalah lingkungan
perdesaan?
2. Sejauhmana keterkaitan
latar belakang masyarakat
dengan respon yang terjadi? serta dorongan dan hambatan
apa yang muncul?
3. Rekomendasi apa untuk
merumuskan tindak kolektif
masyarakat untuk
memperbaiki lingkungan perdesaan? 1.5. Tujuan dan Sasaran Tujuan dilakukan studi ini
adalah mengidentifikasi
bentuk respon pasif dan aktif
dari stimulus masalah
lingkungan perdesaan yang
dipengaruhi oleh kondisi internal individu serta
dorongan dan hambatan
eksternal, dengan sasaran
sebagai berikut:
1. Teridentifikasinya masalah
lingkungan perdesaan sebagai stimulus (rangsangan)
perilaku masyarakat.
2. Teridentifikasinya respon
pasif masyarakat dan
keterkaitannya dengan latar
belakang masyarakat. 3. Teridentifikasinya respon
aktif (tindakan) masyarakat
serta dorongan dan hambatan
institusional dan non-
institusional.
4. Terumuskannya rekomendasi yang dapat
menjadi masukan dalam
pengorganisasian tindak
kolektif masyarakat bagi
perbaikan lingkungan
perdesaan yang bertanggung jawab. 1.6. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan
bermanfaat bagi pengelolaan
lingkungan di Kawasan
Bandung Selatan maupun
Kabupaten Bandung pada
umumnya. Pembelajaran yang muncul diharapkan dapat
menjadi sumber inspirasi bagi
wilayah lain yang memiliki
karakteristik serupa. Selain
itu, penelitian ini juga
diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan konsep
akademis di bidang
pengelolaan lingkungan. 1.7. Ruang Lingkup
Wilayah Kawasan Bandung Selatan
berada dalam wilayah
administrasi Kabupaten
Bandung. Kawasan Bandung
Selatan ini terdiri atas 18
Kecamatan, tetapi yang akan menjadi ruang lingkup
wilayah studi ini adalah
Kecamatan Pangalengan
Pemilihan Kecamatan
Pangalengan ini berdasarkan
pertimbangan kondisi lingkungannya yang masih
bercirikan perdesaan dan
sering mengalami masalah
lingkungan perdesaan seperti
banjir, erosi dan limbah
ternak. Sebagai sampel akan diambil tiga desa yang
memiliki kompleksitas
masalah lingkungan
perdesaan. 1.8. Kerangka Pikir Studi Wilayah Bandung Selatan
merupakan wilayah pertanian
potensial yang berada di
sebelah selatan Kabupaten
Bandung. Wilayah ini memiliki
masalah lingkungan perdesaan yang cukup kompleks akibat
tekanan jumlah penduduk
dan tingginya intensitas
kegiatan ekonomi
masyarakat. Penurunan
kualitas lingkungan ini tentunya memerlukan upaya
perbaikan dari masyarakat
baik secara individual maupun
kolektif. Tindakan yang
pernah dilakukan oleh
masyarakat selama ini belum mampu menyelesaikan
masalah lingkungan perdesaan
karena masyarakat belum
mampu mengarahkan
tindakan mereka ke arah
perbaikan lingkungan. Tindakan merupakan bentuk
respon yang muncul sebagai
akibat adanya stimulus. Dalam
konteks lingkungan
perdesaan, masalah
lingkungan merupakan stimulus bagi masyarakat
untuk berperilaku. Bentuk
respon yang muncul tersebut
bisa bersifat pasif berupa
pengetahuan masyarakat
tentang lingkungan dan kesediaan untuk bertindak
maupun bersifat aktif berupa
tindakan. Respon yang
muncul merupakan resultansi
dari pengaruh kondisi internal
dan eksternal masyarakat.


http://gudangmakalah.blogspot.com/2011/03/tesis-perilaku-masyarakat-terkait.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog